Sekilas Tentang Rujak Cingur

 


Sumber foto https://doyanresep.com
Mencicipi kuliner khas suatu daerah merupakan suatu keharusan apabila kita berkunjung ke daerah tersebut.Minggu ini kami melakukan perjalanan ke Surabaya,ada satu kuliner khas yang wajib di coba yaitu Rujak Cingur.Kita bisa dengan mudah menemukan penjual penganan ini di seantero Surabaya.Salah satu penjual Rujak Cingur ini berada di jalan Ahmad Jaiz nomor 40,menurut informasi yang kami peroleh mereka telah berjualan Rujak Cingur lebih dari 40 tahun.Bahkan Rujak Cingur bikinan mereka telah disantap oleh kalangan artis serta mantan mantan presiden Indonesia,seperti almarhum Pa Harto dan Gus Dur,selain itu mantan presiden Megawati pun pernah mencicipi kelezatan Rujak Cingur ini.

Sedikit informasi tentang penganan ini, Rujak cingur adalah salah satu makanan tradisional yang mudah ditemukan di daerah Jawa Timur, terutama daerah asalnya Surabaya. Dalam bahasa Jawa kata cingur berarti "mulut", hal ini merujuk pada bahan irisan mulut atau moncong sapi yang direbus dan dicampurkan ke dalam hidangan. Rujak cingur biasanya terdiri dari irisan beberapa jenis buah seperti timun, kerahi (krai, yaitu sejenis timun khas Jawa Timur), bengkuang, mangga muda, nanas, kedondong, kemudian ditambah lontong, tahu, tempe, bendoyo, cingur, serta sayuran seperti kecambah/taoge, kangkung, dan kacang panjang. Semua bahan tadi dicampur dengan saus atau bumbu yang terbuat dari olahan petis udang, air matang untuk sedikit mengencerkan, gula/gula merah, cabai, kacang tanah yang digoreng, bawang goreng, garam, dan irisan tipis pisang biji hijau yang masih muda (pisang klutuk). Semua saus/bumbu dicampur dengan cara diulek, itu sebabnya rujak cingur juga sering disebut rujak ulek.

Dalam penyajiannya rujak cingur dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyajian 'biasa' dan 'matengan' (menyebut huruf e dalam kata matengan seperti menyebut huruf e dalam kata: seperti/menyebut/bendoyo). Penyajian 'biasa' atau umumnya, berupa semua bahan yang telah disebutkan di atas, sedangkan 'matengan' (matang, Jawa) hanya terdiri dari bahan-bahan matang saja; lontong, tahu goreng, tempe goreng, bendoyo (kerahi yang digodok) dan sayur (kangkung, kacang panjang, taoge) yang telah digodok. Tanpa ada bahan 'mentah'nya yaitu buah-buahan, karena pada dasarnya ada orang yang tidak menyukai buah-buahan. Keduanya memakai saus/bumbu yang sama.

Makanan ini disebut rujak cingur karena bumbu olahan yang digunakan adalah petis udang dan irisan cingur. Hal ini yang membedakan dengan makanan rujak pada umumnya yang biasanya tanpa menggunakan bahan cingur tersebut. Rujak cingur biasa disajikan dengan tambahan kerupuk, dan dengan alas pincuk (daun pisang) atau piring.

Dibalik rasanya yang lezat, kuliner ini ternyata memiliki nilai filosofis tersendiri. Bila selama ini Anda menikmati sepiring rujak cingur hanya karena ingin menikmati rasanya yang nikmat dan khas, tak ada salahnya bila Anda juga menggali lebih dalam tentang filosofi rujak cingur itu sendiri. Dalam hal ini, Anda bisa memulainya dengan memahami sejarah serta asal rujak cingur tersebut.

Asal muasal rujak cingur diyakini berangkat dari sebuah cerita terdahulu yang menyebutkan bahwa ada seorang raja bernama Firaun Hanyokrowati di Masiran yang mana raja tersebut ditakuti oleh rakyatnya. Hingga suatu ketika pada saat sang raja berulang tahun, ia memerintahkan kepada seluruh juru masak istana untuk membuat sajian istimewa. Namun, ternyata tak ada satupun masakan yang tersaji cocok dengan lidah sang raja. Lalu ada seorang punggawa kerajaan yang mengatakan kepada raja bahwa ada seseorang yang ingin menyajikan masakannya. Orang tersebut mengaku bernama Abdul Rozak. Setelah memeriksa makanan yang dibawa oleh Rozak akhirnya raja pun mencicipi masakan tersebut. ternyata raja begitu menikmati hidangan tersebut.

Saat raja menanyakan nama masakan tersebut, Rozak mengaku belum memiliki nama untuk hidangan tersebut. rajapun kemudian menanyakan salah satu isian dari masakan tersebut yang memiliki tekstur kenyal. Rupanya itu adalah cingur atau mulut unta. Kemudian sang raja memberi nama masakan tersebut dengan Rozak Cingur. Raja menawarkan hadiah kepada Rozak. Karena keinginannya untuk mengembara, akhirnya Rozak meminta kapal laut sebagai hadiah dan ia pun memulai perjalanannya hingga terdamparlah kapalnya di dermaga Tanjung Perak. Kemudian ia mulai memperkenalkan masakan yang ia hidangkan untuk sang raja. Namun, karena kesulitan menemukan cingur atau mulut unta maka ia pun menggantinya dengan cingur sapi yang ternyata justru memiliki rasa yang jauh lebih baik. Masyarakat sekitar rupanya kesulitan untuk menyebut Rozak sehingga kebanyakan masyarakat mengenalnya sebagai rujak cingur. Selain dari asal muasal yang hanya berdasarkan desas desus tersebut, rupanya filosofi rujak cingur pun cukup mendalam.

Untuk menyajikan hidangan rujak cingur yang lezat, rupanya menggunakan dua jenis petis sebagai bumbunya yaitu petis yang hitam yang paling enak dan petis kecoklatan yang terbilang kurang enak. Sebagian orang mungkin berpikir bahwa penggunaan kedua jenis petis tersebut hanya sebagai salah satu trik berdagang supaya bisa mendapatkan untung lebih banyak. Rupanya, pemikiran tersebut kurang tepat, Rujak cingur yang dibuat hanya dengan menggunakan petis hitam yang berkualitas tinggi ternyata justru menghasilkan rujak yang kurang lezat bahkan cenderung membuat eneg. Inilah mengapa perlu diseimbangkan dengan penggunaan petis kecoklatan yang kurang enak. Hal ini merupakan salah satu cara untuk bisa mendapatkan rujak dengan citarasa yang pas di lidah dan nikmat.

Dari pengolahan rujak terlebih dari penggunaan petis tersebut mengandung nilai filosofi hidup yang cukup mendalam bahwasanya hidup serba ‘terenak’ seringkali membuatnya kehilangan rasa nikmatnya. Inilah mengapa perlu adanya penyeimbangan yang membuat hidup terasa lebih enak dan nyaman. Saat kita tak mengetahui bagaimana rasanya sesuatu yang tak enak maka kita mungkin tak akan pernah bisa menyebut sesuatu yang enak adalah hal yang enak.

 

Dari Berbagai Sumber

Post a Comment

2 Comments