Seren Taun Kuningan



Tari Buyung 
Secara etimologi bahasa Sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Dari hal ini bisa disimpulkan Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya.Menurut catatan sejarah seren taun telah berlangsung semenjak masyarakat pasundan memasuki masa sejarah.Ketika wilayah Jawa Barat dalam pengaruh kerajaan Pajajaran, upacara ini berlangsung di semua wilayah kerajaan.Setelah Pajajaran mengalami kemunduran, upacara ini hanya di lakukan oleh segelintir masyarakat saja,bahkan nyaris tidak kedengaran gaungnya lagi. Wilayah kampung adat Sindang Barang serta Cigugur Kuningan merupakan dua wilayah yang rutin melaksanakan upacara ini. Bahkan ketika islam telah di anut oleh mayoritas kampong adat Sindang Barang mereka melaksanakan upacara ini dengan doa doa Islam.
Di Cigugur Kuningan upacara seren taun diselenggarakan setiap tanggal 22 Rayagung-bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda.Puncak perayaan seren taun,dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun 1840. Sebagaimana layaknya sesembahan musim panen, ornamen gabah serta hasil bumi mendominasi rangkaian acara.Pada tahun tahun ini seren taun dilaksanakan pada tanggal 25 september 2016.Prosesi ritual di mulai dari pengambilan air, dari tujuh mata air, konon air dari tujuh sumber mata air ini, di percaya akan memberikan berkah bagi semua peserta upacara.Pada puncak acara prosesi adat dimulai tepat pukul 8 pagi,muda mudi membawakan tarian jamparing menjadi pembuka puncak perayaan seren taun.Tarian jamparing ini dilakukan oleh gadis gadis remaja,gerakkan ritmis hingga dinamis membius semua khalayak yang memadati halaman pendopo paseban.
Kemudian dilanjutkan dengan atraksi Angklung Baduy, kesenian ini berasal  dari masyarakat kanekes, biasanya merupakan bagian ritual ngareremokeun pada kegiatan pasca panen, sangat magis, dan memiliki nuansa spiritual yang agung.Penampilan selanjutnya ialah kaulinan budak,anak anak dari berbagai tingkatan usia dengan wajah riang gembira melakukan koreografi aneka permainan tradisional yang sudah jarang dilakukan oleh anak anak jaman sekarang.Simbolisasi kaulinan budak, merupakan sebuah bukti bahwa proses pewarisan tradisi di Cigugur terus berlangsung.Seni tradisi berikutnya ialah angklung buncis,penampilan kolosal dari semua lapisan masyarakat,bahu membahu menampilkan gerakan gerakan dinamis mengikuti hentakan tempo gamelan yang mengalun mengisi relung relung kosong hati manusia.Bagi bagi mereka angklung adalah sarana budaya dalam berkomunikasi denga alam dengan tujuan untuk memohon kepada yang maha Kuasa agar roh-roh alam bisa menyatu dalam kehidupan manusia tetapi tidak mengganggu kehidupan manusia itu sendiri.

Prosesi adat dilanjutkan dengan penampilan Tari Buyung,tarian yang selalu ditampilkan pada puncak acara Seren Taun ini merupakan kreasi Emalia Djatikusumah. Gerak lembut dan nuansa alam di kala bulan purnama mengilhami lahirnya karya cipta tari yang mengisahkan gadis desa yang turun mandi dengan teman-temannya untuk mengambil air di pancuran Ciereng dengan buyung.Keunikan dan keistimewaan tarian ini adalah kemampuan para penari untuk menari di atas kendi, sambil menjunjung buyung.  Anda akan menyadari filosofi di setiap gerakan dalam tari Buyung yang memiliki makna tersirat. Menginjak kendi sambil membawa buyung di kepala (nyuhun) erat hubungannya dengan ungkapan “di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung”. Membawa buyung di atas kepala sangat memerlukan keseimbangan. Hal ini berarti bahwa dalam kehidupan ini perlu adanya keseimbangan antara perasaan dan pikiran.
Pergelaran Tari Buyung dengan formasi Jala Sutra, Nyakra Bumi, Bale Bandung, Medang Kamulan, dan Nugu Telu memiliki makna yang menyiratkan bahwa masyarakat petani Sunda adalah masyarakat yang religius. Tuhan diyakini sebagai Kausa Prima (sebab akibat) dari segala asal-usul sumber hidup dan kehidupan. Sementara manusia merupakan mahluk penghuni bumi yang paling sempurna di antara mahluk-mahluk ciptaan Tuhan lainnya.
Selepas Tari Buyung,simbol simbol dalam mitologi Sunda dihadirkan,simbol harimau,ikan,burung elang,naga, kuda serta gunungan memiliki makna bahwa masyarakat Sunda sarat akan nilai nilai luhur.Simbol simbol ini diiringi rombongan  masyarakat setempat membawa dongdang atau pikulan berisi berbagai macam hasil bumi mulai dari buah buahan serta berbagai macam penganan hasil olahan,seperti krupuk serta kue kue tradisional.Setelah acara selesai pikulan beserta isinya. Di bagi bagikan kepada semua yang hadir dalam upacara seren taun. Dari lapangan acara di lanjutkan di dalam bale paseban,di sini di gelar doa doa dari semua pemuka agama yang ada sebgai bentuk rasa syukur kepada tuhan yang maha esa.Puncak perayaan seren taun diakhiri dengan penyerahan hasil panen berupa padi kepada masyarakat.Acara tumbuk padi ini berlangsung secara kolosal di lakukan oleh ribuan masyarakat dari berbagai kalangan yang hadir.Semua lapisan masyarakat tumpah ruah menumbuk padi hasil panen dari berbagai wilayah Kuningan.Simbolisasi menumbuk padi secara bersama sama ini kian menguatkan bahwa masyarakat Sunda,merupakan masyarakat gotong royong.

Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang.Pelestarian tradisi seren taun merupakan kegiatan sarat makna,banyak makna kearifan lokal terkandung didalamnya.Satu hal yang patut kita teladani ialah bahwa pelestarian tradisi hendaknya tidak sekedar tontonan semata,namun memiliki makna luas bahwa tradisi harus menjadi tuntunan dalam mengelola alam sebagai warisan bagi anak cucu kita.




Post a Comment

0 Comments