Batu Ratapan Angin

Batu Ratapan angin

Kawasan Dieng Plateu merupakan bekas gunung vulkanik purba yang sudah tidak aktif lagi, dalam sebuah bekas letusan gunung api akan meninggalkan sisa pahatan alam berupa bukit-bukit, bebatuan yang menonjol tak beraturan dan tebing-tebing yang artistik.keindahan perbukitan dan pegunungan kawasan Dieng bisa kita nikmati hingga hari ini,bahkan bentang alam unik inilah yang menjadi salah satu daya tarik pelancong mengunjungi Dieng.Tidak jauh dari Telaga Warna terdapat sebuah tempat yang menjadi salah satu spot favorit para pelancong ke kawasan Dieng.Tempat ini dinamakan Batu Pandang nama lain dari tempat ini ialah Batu Ratapan Angin,untuk mencapai kawasan ini kita harus mendaki jalanan setapak menanjak kurang lebih 15 menit.Dari atas ketinggian Batu Ratapan Angin dataran tinggi Dieng sangat cantik mempesona.
            Kawasan Batu Ratapan Angin cukup mudah di akses,lokasi tepatnya terletak tidak jauh dari Telaga Warna,untuk para pelancong yang baru pertama kali mengunjungi Dieng tidak perlu khawatir,cukup banyak petunjuk jalan yang menunjukan arah kesana.Fasilitas penunjang wisata telah tersedia,didalam kawasan Batu Ratapan Angin terdapat jembatan dari kayu yang menjadi spot untuk berfoto foto para pengunjung,jembatan ini dinamakan jembatan merah putih.Sebagai informasi dari atas ketinggian Batu Ratapan Angin,kita bisa melihat Telaga Warna dan Telaga Pengilon dengan cukup jelas.Waktu paling tepat untuk melihat fenomena ini serta mengabadikannya dengan lensa kamera ialah pagi hingga siang hari,karena pada sore hari kabut akan menyelimuti kawasan ini.
            Layaknya tempat lain di wilayah Indonesia,selalu ada legenda yang menyertainya,tempat ini pun demikian. Di lokasi Batu Ratapan Angin ini terdapat dua buah batu besar tempat kita berdiri menikmati pemandangan yang terletak di bawah. Ada kisah menarik seputar Batu Ratapan Angin ini terkait denga asal-usulnya. Pada zaman dahulu hiduplah pasangan yang terdiri dari seorang pangeran yang tampan dan seorang putri yang cantik jelita. Keduanya menjalin kasih, saling menyayangi dan bahagia di suatu wilayah. Suatu ketika, ada pihak ketiga yang mencampuri hubungan percintaan keduanya. Seorang laki-laki ini begitu mempesona sehingga menarik hati sang putri. Sang Putri pun diam-diam menjalin cinta dengan lelaki tadi.Meskipun ditutupi dengan begitu rapatnya, suatu saat keburukan pasti akan tercium juga. Sang Pangeran akhirnya merasakan ada hal aneh dalam sikap sang putri.
Akhirnya secara diam-diam Pangeran tersebut menyelidiki ada apa sebenarnya dengan sikap aneh sang putri. Suatu saat sang putri keluar untuk menjalin kasih dengan kekasih barunya. Tanpa diketahui sang Putri, Pangeran mengikuti dari belakang. Sampailah di sebuah bukit, sang putri bertemu dengan lelaku yang menjadi kekasihnya dan memadu kasih di tempat yang rindang itu. Betapa terkejutnya sang Pangeran melihat kejadian itu. Tanpa menuggu lama-lama lagi, Pangeran langsung menghadik kedua pasangan tak resmi itu. Sang putri yang melihat sang Pangeran muncul tiba-tiba menjadi kaget setengah mati. Pertengkaran sengit pun terjadi diantara ketiganya. Akibat tersulut rasa emosi, sang putri berbuat nekat dengan berusaha membunuh sang Pangeran. Sang pangeran menjadi murka, dan akhirnya mengutuk sang putri dan kekasih gelapnya menjadi batu.
Sang Putri menjadi batu yang duduk sedang lelaki selingkuhannya menajdi batu yang berdiri. Batu-batu ini apabila diterpa angin yang kencang akan menimbulkan suara-suara seperti rintihan. Suara ini dianggap sebagai suara tangisan keduanya dan meratapi kesalahannya. Masyarakat kemudian menamai batu tersebut dengan "Batu Ratapan Angin".Sampai saat ini Legenda Batu Ratapan Angin tersebut banyak beredar di masyarakat. Namun semua kembali ke diri kita apakah mau mempercayai legenda Batu Ratapan Angin diatas atau tidak.


Post a Comment

0 Comments